Pangan merupakan salah
satu kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk mempertahankan hidupnya.
Singkatnya, semua benda yang dapat dimakan dan diminum merupakan pangan.
Definisi pangan dalam arti luas tercantum dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2012 tentang Pangan.
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati produk pertanian, perkebunan, perikanan, kelautan, kehutanan, peternakan, dan air yang diperuntukan untuk makanan dan minuman manusia. Apa yang dimakan dan diminum oleh manusia menentukan kualitas sumber daya manusia tersebut yang akan memberikan dampaknya terhadap kemajuan pembangunan sebuah negara.
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati produk pertanian, perkebunan, perikanan, kelautan, kehutanan, peternakan, dan air yang diperuntukan untuk makanan dan minuman manusia. Apa yang dimakan dan diminum oleh manusia menentukan kualitas sumber daya manusia tersebut yang akan memberikan dampaknya terhadap kemajuan pembangunan sebuah negara.
Pangan yang dikonsumsi masyarakat dapat dinilai kualitas
dan kuantitasnya melalui pola konsumsi pangan. Jenis pangan yang sering
dikonsumsi dalam jangka waktu lama disebut pola konsumsi pangan (Suhardjo
1989). Banyak hal yang dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan masyarakat.
Salah satu faktor yang mempengaruhinya yaitu ketersediaan pangan di tempat
tinggal amsyarakat, kebijakan pemerintah, distribusi pangan, serta perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, komonukasi, dan infromasi (Sanjur
1982).
Mutu pola konsumsi pangan masyarakat dapat diketahui secara kualitas dan
kuantitasnya melalui instrumen Pola Pangan Harapan (PPH). Skor PPH menunjukkan
kualitas konsumsi pangan penduduk. Skor PPH nasional cenderung menurun dalam 3
tahun terakhir. Tahun 2009, skor PPH nasional adalah 75.7. Skor PPH tahun 2010
naik menjadi 77.5 tetapi menurun terus sejak 2011. Skor PPH tahun 2011 yaitu
77.3 dan tahun 2012 mengalami penurunan lagi (BKP 2013).
Penurunan skor PPH menunjukkan kualitas konsumsi pangan masyarakat Indonesia
menurun. Skor yang masih jauh dari skor ideal yaitu 100 menunjukkan bahwa
konsumsi masyarakat belum beragam. Konsumsi pangan kelompok padi-padian seperti
beras, gandum, dan terigu melebihi skor maskimal yang ditetapkan. Hal ini
menandakan konsumsi masyarakat Indonesia masih didominasi oleh pangan kelompok
padi-padian. Konsumsi pangan kelompok padi-padian sangat besar dengan proporsi
61.8% (BKP 2013).
Jumlah penduduk Indonesia tahun 2013 sebesar 250 juta (Jalal 2013). Hampir
seluruh penduduk Indonesia dengan jumlah yang sangat banyak tersebut
mengonsumsi beras sehingga negara membutuhkan produksi beras yang lebih besar
dari dalam negeri. Kenyataannya lahan di setiap daerah Indonesia memiliki
potensi yang berbeda-beda. Ada lahan yang cocok untuk ditanam beras dan ada
juga lahan yang tidak cocok ditanam beras.
Menyikapi kenyataan tersebut, Menteri Perdagangan Republik Indonesia membuat
kebijakan untuk mengimpor beras dari beberapa negara. Vietnam, Thailand, China,
India, dan Pakistan merupakan negara yang mengekspor beras ke Indonesia dengan
jumlah terbesar. Sepanjang tahun 2012 Indonesia mengimpor beras dengan jumlah
total 1.8 juta ton (Abim 2013). Keputusan tersebut dibuat dan dilakukan dengan
alasan untuk mencukupi kebutuhan beras dalam negeri sehingga dapat mencapai
ketahanan pangan.
Satu langkah yang
dilakukan pasti memberikan efek negatif dan positif. Kebijakan besar yang
dilakukan pemerintah yaitu impor beras hanyalah cara pengentasan masalah pangan
dari kulit terluar sebuah bawang merah. Cara yang dilakukan tersebut hanya
mengatasi masalah dalam jangka waktu yang pendek atau bersifat sementara.
Buktinya timbul masalah baru yang terlampir dalam daftar masalah di Indonesia
yang harus segera diatasi. Pepatah dari Cina mengatakan “berilah aku ikan maka
aku akan memakannya dalam sehari tetapi ajarilah aku memancing ikan maka aku
akan mendapatkan ikan sendiri untuk dimakan”.
Impor memang akan
mengatasi masalah kekurangan atau kerawanan pangan bagi seluruh penduduk.
Namun, inilah contoh nyata hal yang dilakukan oleh seorang “Ayah” kepada
anaknya yang sangat disayangi dan tanpa disadari anaknya menjadi manja.
Penduduk Indonesia sangat menggantungkan diri pada impor. Permasalahan yang ada
seharusnya dianalisis terlebih dahulu akar penyebab masalahnya bukan
semata-mata diatasi melalui jalan pintas yang dapat menjerumuskan ke dalam
sifat penuh kemalasan dan kemanjaan.
Selain impor beras,
pemerintah mengimpor bahan pangan lain yang banyak dibutuhkan penduduk.
Berton-ton jagung, kedelai, gandum, terigu, daging sapi, daging ayam, gula
pasir, garam, singkong, dan kentang diimpor ke Indonesia setiap tahunnya.
Jagung yang diimpor sebanyak 1.7 juta ton, kedelai 1.9 juta ton, gandum 6,3
juta ton, terigu 479.7 ribu ton, gula pasir 91.1 ribu ton, daging sapi 40338
ton, daging ayam 6797 kg, garam 2.2 juta ton, singkong 13.3 ribu ton, dan
kentang 54.1 ribu ton yang didatangkan dari beberapa negara penghasil bahan
pengan tersebut seperti India, Australia, Cina, dan Thailand (Abim 2013).
Efek impor bahan pangan
strategis dalam jumlah besar tersebut sangat terlihat pada pola konsumsi
masyarakat. Penurunan skor PPH menjadi bukti merosotnya pola konsumsi penduduk
yang semakin manja. Kualitas pola konsumsi pangan penduduk menjadi lebih buruk.
Ditambah lagi impor beras nasional membuat penduduk yang tinggal di Indonesia
bagian timur beralih mengonsumsi beras daripada mengonsumsi sagu yang merupakan
pangan lokal di daerah tersebut.
Pangan lokal pun mulai tidak
diminati dan ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia. Petani pun menjadi enggan
untuk memproduksi pangan lokal karena rendahnya permintaan dalam negeri. Siapa
yang mau untuk memproduksi kalau tidak ada yang mau dan harga yang harus
ditawarkan menjadi merosot? Hanya kerugian dan sia-sia yang didapatkan. Inilah
salah satu contoh derita petani dalam negeri dalam mempertahankan hidupnya dan
dalam mengais rezeki di tanah kelahirannya yang mereka cintai.
Bukan hanya petani pangan
lokal. Petani beras pun menurun kesejahteraannya dengan masuknya beras impor ke
dalam negeri yang indah ini. Hal ini dibuktikan dengan nilai tukar petani (NTP)
yang menurun pada tahun 2013 sebesar 0.63%. Penurunan ini terutama disebabkan
oleh empat subsektor pertanian yaitu NTP subsektor tanaman pangan seperti
beras, tanaman perkebunan seperti teh, peternakan seperti unggas dan sapi, dan
perikanan. Kenyataan ini sangat tidak heran terjadi. Hingga Maret 2013 NTP di
25 Provinsi mengalami penurunan dan hanya 7 Provinsi yang mengalami peningkatan.
Peningkatan terbesar terjadi di Provinsi Bangka Belitung. Sementara itu,
penurunan terbesar terjadi di Provinsi Jawa Tengah (Prasetyo 2013).
Penurunan kesejahteraan
petani yang terlihat sudah dirasakan secara langsung oleh petani dalam negeri.
Keringat mereka harus bersaing dengan petani asing secara tidak langsung. Harga
produk mereka harus bersaing dengan produk impor. Kualitas produk mereka juga
harus bersaing dengan produk impor. Harga pangan impor yang murah membuat
petani terpaksa menggoyangkan harga mejadi sama atau lebih rendah dari harga
pangan impor. Kenyataannya harga pangan yang sebenarnya lebih tinggi daripada
pangan impor.
Keadaan yang terus
berlanjut ini menyebabkan petani semakin resah. Jalan yang mereka pilih adalah
mencari pekerjaan lain yang lebih menguntungkan dan memberikan kesejahteraan
untuk hidup mereka seperti bekerja di perusahaan swasta maupun negeri atau
berwirausaha kecil-kecilan tanpa harus meneteskan keringat. Hal ini menyebabkan
produksi pangan dalam negeri menurun. Impor pun terus dinaikkan. Produksi dalam
negeri menurun. Impor dinaikkan kembali. Konsumsi masyarakat memburuk dan
begitu seterusnya. Akhirnya 100% pangan di Indonesia didapatkan melalui impor.
Semua rakyat menengah ke bawah semakin melarat dan sengsara. Pejabat semakin
merauk keuntungan. Kalau sudah begini, siapa yang harus bertanggung jawab?
Siapakah yang harus memulai untuk membuat sebuah gerakan atau kebijakan yang
lebih bijak? Lalu siapakah yang sadar akan hal tersebut???
Abim. 2013. Bahan pangan yang terus diimpor [internet].
(diunduh 2014 Mei 1). http://www.asiabusinessinfo.com/bahan-pangan-yang-terus-di-impor/.
Prasetyo W A. 2013. Maret 2013, nilai
tukar petani turun 0,63 persen [internet]. (diunduh 2014 Mei 1). http://www.tempo.co/read/news/2013/04/01/087470467/Maret-2013-Nilai-Tukar-Petani-Turun-063-Persen.
Jalal F. 2013. 2013 penduduk Indonesia diperkirakan 250
juta jiwa [internet]. (diunduh 2014 Mei 1) http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/07/17/mq2oy6-2013-penduduk-indonesia-diperkirakan-250-juta-jiwa.
[BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2013. Pedoman Pelaksanaan
Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP). Pusat
Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan.
Penulis : Putri Indriani Setiawan
0 comments: